Dulu kala, hijaunya taman, kilaunya intan mutiara, tingginya menara2, mewarnai istana sang Raja aziz, namun lain bagi putra raja, makmun. Betapa tidak, empat tahun lamanya dinikmati olehnya hanya diatas kasur, lumpuh, bisu, tuli, tak berkutik. Sakit anak semata wayang raja tak dapat di sembuhkan oleh tabib terbaiknya sekalipun, membuat istana yg megah tampak tak lebih dari sebuah rumah sakit, sepi dan pilu. Hingga suatu hari, setelah sekian tabib datang dan pulang gagal, datang pemuda yg tak lain sahayanya. Segera memeriksa halnya, setelah diijinkan tuk masuk. Tapi hanya beberapa saat kemudian, sahaya keluar menghadap raja. ”baginda raja, perkenankankan saya menghadapkan seorang”.
”apa maksudnya itu? Kau di sini untuk mengobati, bukan begitu?”
”wahai baginda, pangeran bukan sakit biasa, hanya orang itu yg mampu mengobati, tidakkah baginda berharap pangeran pulih?”
Dengan isyarat baginda yg membolehkan setelah sebelumnya ragu, dihadirkanlah orang yg disebut. Benar saja, seolah menelan pil ajaib, pangeran sembuh total sekejap.
”wahai sahaya, sekarang jelaskan padaku tentang semua ini ?”
”aku menduga pangeran ingin mengucap sesuatu, namun tak ada suara yg kupahami. Aku kira pangeran sedang terpikat hatinya. Kucoba sebutkan beberapa nama kota di negeri ini seraya meletakkan telapak tanganku dia atas dada pangeran, kurasa detak jantungnya menggelagak ketika sampai pada kata ”nggurah”dan ketika ku ulangi Ku tangkap raut muka gelisah. Lalu kemudian ku sebut beberapa nama keluarga di kota nggurah, kali kedua ku cium rasa rindu pada pangeran ketika sampai pada kata ‘ustadzah’. ku lihat seksama seraya ku ulangi kata ‘ustadzah’, bibirnya mulai bergerak terbuka mengatup seperti ingin mengucap. Ku dekatkan telinga hamba dan sayup kudengar pangeran berkata ” nik, niiik, naniik”, a ha, maka tahulah hamba obat yg tepat itu.”
“o ho, putraku pasti sedang sangat terpesona”
”apa maksudnya itu? Kau di sini untuk mengobati, bukan begitu?”
”wahai baginda, pangeran bukan sakit biasa, hanya orang itu yg mampu mengobati, tidakkah baginda berharap pangeran pulih?”
Dengan isyarat baginda yg membolehkan setelah sebelumnya ragu, dihadirkanlah orang yg disebut. Benar saja, seolah menelan pil ajaib, pangeran sembuh total sekejap.
”wahai sahaya, sekarang jelaskan padaku tentang semua ini ?”
”aku menduga pangeran ingin mengucap sesuatu, namun tak ada suara yg kupahami. Aku kira pangeran sedang terpikat hatinya. Kucoba sebutkan beberapa nama kota di negeri ini seraya meletakkan telapak tanganku dia atas dada pangeran, kurasa detak jantungnya menggelagak ketika sampai pada kata ”nggurah”dan ketika ku ulangi Ku tangkap raut muka gelisah. Lalu kemudian ku sebut beberapa nama keluarga di kota nggurah, kali kedua ku cium rasa rindu pada pangeran ketika sampai pada kata ‘ustadzah’. ku lihat seksama seraya ku ulangi kata ‘ustadzah’, bibirnya mulai bergerak terbuka mengatup seperti ingin mengucap. Ku dekatkan telinga hamba dan sayup kudengar pangeran berkata ” nik, niiik, naniik”, a ha, maka tahulah hamba obat yg tepat itu.”
“o ho, putraku pasti sedang sangat terpesona”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar